Sabtu, 08 Desember 2018

Sejak Hari Itu

Namaku Linda, aku sudah lama dikenal sebagai gadis tercantik di desaku. Sampai suatu hari aku pergi ke kota tidak naik delman istimewa tapi hanya berkendara sepeda motor kesayangan abangku dan aku duduk di belakangnya sebagai penumpang dan abangku sebagai pengemudi.

Setelah lama menikmati masa jayaku sebagai gadis tercantik di desa, aku terhempas ketika sampai di kota. Aku menemukan ternyata banyak gadis yang lebih cantik dari diriku yang kecantikannya tingkat pertama di desaku. 

Oke, aku sedikit merasa sedih awalnya karena selain wajah rupawan yang ku miliki semuanya ku rasa biasa-biasa saja. Otakku biasa dan hatiku pun biasa. Maksudnya hati yang biasa itu adalah aku hanyalah gadis yang biasa yang bisa iri jika orang melampauiku dan bisa bahagia saat orang memujiku.

Setelah seminggu bersekolah di SMA di kota, aku pun mulai terbiasa dengan fenomena kecantikanku yang ternyata tidaklah seberapa. Aku adalah kecantikan alami tanpa make-up, tidak seperti kebanyakan gadis di kota yang kecantikannya bertambah setelah dipoleskan dengan alat super ajaib itu.

Suatu hari, aku tiba-tiba saja bertemu teman lamaku di desa. Namanya Rendi, dia teman sekelas ku saat kami SD. Usai perpisahan SD, aku tak pernah melihatnya lagi. Kata banyak tetangga ia pindah ke kota. 

Ternyata memang benar, sekarang ia anak kota. Gaya pakaiannya pun tidak seperti dulu, kini sudah berbeda dan terlihat keren di mata. Usai bercakap basa-basi sesaat, ia mengenalkanku dengan teman yang berdiri di sebelahnya. 

Namanya Reyhan, ia sosok tampan lainnya yang ku temui sejak pindah ke kota. Namun satu yang berbeda dari Reyhan, senyumannya sungguh mempesona. Aku terhipnotis sesaat saat memandang senyuman Reyhan sampai Rendi menepuk bahuku untuk menyadarkan aku. Oke aku terlalu memalukan, wajahku memerah sangking malunya diriku.

Sejak hari itu, saat melihat Reyhan, aku akan bersembunyi. Kenapa? Alasannya karena aku malu setelah kejadian memalukan itu.

Suatu hari, tidak seperti hari-hari lainnya dimana aku bisa lolos dari pertemuan kebetulan ku dengan Reyhan, nampaknya ini adalah kegagalan pertama ku untuk menghindari Reyhan. Ia berdiri di depanku, tersenyum cerah bagai habis memenangkan undian. Aku terpesona lagi akan senyumannya. Ah, aku kenapa?

Oke, nampaknya aku tidak bisa melarikan diri kali ini. Aku tergagap menyapanya usai memulihkan jiwaku yang diambil oleh senyuman mempesonanya. Sepertinya, aku sudah sedikit bisa mengontrol diriku kali ini.

"Reyhan.. hei." Ujar ku canggung.

"Hei.. lama tak jumpa." Ujarnya masih tersenyum.

Aku ingin meleleh rasanya melihat senyumannya. ’Aku tak kuat’ keluhku dalam hati.

"Oke, aku pergi dulu ya..." Pamit ku cepat ingin segera memulihkan diriku yang kini terancam diabetes memandang senyumannya.

Aku hendak berlalu, namun Reyhan menahan pergelangan tanganku.

Rasanya tubuhku mendadak kaku.
"Ke..kenapa?" tanyaku terbata.

"Cepat banget perginya. Aku mau bilang sesuatu. Ke taman belakang sekolah yok." Ujarnya menarik pergelangan tanganku tanpa memperdulikan pendapatku sama sekali.

Oke, aku memang sudah tak bisa menanggapi nampaknya.

Sesampainya disana, di taman belakang sekolah yang sudah sepi, karena memang kebanyakan siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Reyhan mengajakku duduk di salah satu bangku warna warni taman. Dia di kursi warna kuning dan aku di kursi warna merah.

"Aku mau bilang sesuatu." Ujarnya setelah beberapa menit terdiam karena tak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu.

"A..apa?" tanyaku bingung.

"Kamu punya pacar?" tanya Reyhan sambil menatap ke arahku yang saat ini menundukkan kepala karena malu. 
kenapa baris ini terasa akrab?’ pikirku dalam hati. Karena menjadi primadona di desaku, sangat banyak lelaki yang menyatakan perasaan mereka kepadaku dan biasanya dimulai dengan baris ini. ’tidak mungkinkan?’

Aku mendongakkan kepalaku menghadapi mata Reyhan mencari tatapan akrab para penembakku sebelumnya. Sayangnya aku tak menemukannya. Aku menggeleng menjawab pertanyaan Reyhan.

"Baiklah kalau begitu, kita pacaran kalau begitu." Ujar Reyhan percaya diri.

Aku terperangah. "Maksudnya?" tanyaku seketika.

"Karena kita sama-sama tak punya pacar, maka jadilah itu." Jawab Reyhan masih sama PD-nya.

"Tak menanyakan pendapatku?" tanyaku heran.

"Lalu apa pendapatmu?" tanya Reyhan seperti menanggapi tanyaku.

"Aku...tak mengerti kenapa." jawabku bingung.

"Karena kau menyukaiku" jawaban Reyhan mengagetkan ku. Dia tahu? Ah malunya.

Wajahku yang sudah mulai berangsur normal kembali memerah lagi. Sejelas itukah?

"Sejak kapan kau tahu?" tanyaku penasaran. Yeah, aku bukanlah tipe yang akan mengatakan tidak untuk hal yang memang iya kulakukan. Aku tak akan menutup-nutupinya lagi.

"Sejak saat ini." Aku melongo, apa katanya? Dia mengujiku?

"Lalu kau bagaimana? Suka padaku?" tanyaku sedikit berharap.

"Ya." Reyhan hanya menjawab dengan satu kata ini.

"Sejak kapan?" tanyaku lagi.

"Sejak hari itu." Reyhan menjawab sambil tersenyum mempesona lagi. Nampaknya, aku akan terus dimabuk oleh senyuman ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar